Rabu, 21 Agustus 2013

Selimut dukaku dalam lebaran 2012

“Jangan pulang dulu dong, Bu! Bulan ramadhan tak lama lagi, tinggallah di sini hingga lebaran nanti” bujukku manja pada nenek yang akrab dipanggil dengan Ibu dalam keluarga besarku. “Tidak, Nak, Ibu harus pulang apalagi Ibu sakit-sakitan,” tolaknya halus sambil bersiap keluar rumah. “Aku dan Mami kan bisa rawat Ibu juga kok! Bukan hanya tante Nelly yang bisa,” protesku. Air mataku meleleh. Dadaku pun terasa sesak oleh kepulangan Ibu. “Kalau begitu, aku ikut ya!” rengekku. “Tak usahlah, Nak! Bukankah kamu bertugas sebagai bendahara dalam organisasi remaja mesjid kamu, jadi kamu sangat dibutuhkan,” Sejenak aku terdiam, lalu beranjak masuk ke kamarku. Ibu telah keluar rumah dengan dipapah oleh Om Rizal. Aku tetap di kamar, aku tak ikut mengantarkan Ibu hingga masuk ke mobil. *** “Tak terasa ya, lebaran tak lama lagi ! Oh ya, Mam, kita jadi ke Palopo tidak?!” tanyaku pada Mami seraya mencoba baju baruku untuk lebaran nanti. “Rencananya kita akan ke Palopo setelah lebaran sebab pernikahan Tante Astuti juga akan dilangsungkan setelah lebaran. Maka sebaiknya kita menghadiri pernikahan tante kamu dulu baru kita ke Palopo agar kita sekali jalan saja. Untuk ke Palopo, mobil yang akan kita tumpangi akan melewati kota Pinrang! Tetapi..” kalimat Mami terhenti. “Tetapi apa ?” “Barusan Tante Nelly menelpon Mami. Katanya perilaku Ibu akhir-akhir ini agak aneh dan beda dari selama ini. Ibu selalu diam dan saat ini Ibu mendadak tak dapat berjalan. Mami beserta tante dan semua Om kamu sangat cemas dan khawatir dengan keadaan Ibu. Jadi, mungkin kita akan ke Palopo dalam dekat ini dan kita akan lebaran di sana. Sekarang Mami lagi tunggu telpon dari Tante Nelly nih!” suara Mami terdengar parau. Andai saja aku dapat melihat seperti yang dahulu, mungkin aku akan menemukan mata Mami yang sedang berkaca-kaca. Aku segera mencopot baju baruku lalu mengembalikannya ke dalam lemari. Kriingg…Kriing… handphone Mami bordering. Mami segera beranjak keluar dari kamarku lalu menuju ke ruang keluarga tempat tadi Mami meletakkan handphonenya. Aku yang merasa ngantuk segera membaringkan diri di atas tempat tidur. “Nurul bangun, Nak! Ayo doakan Ibu! Ibu gawat!!” panik Mami yang berusaha membangunkanku. Aku terbangun lalu duduk berusaha menenangkan hatiku. “Kenapa Ibu tidak dibawa ke rumah sakit saja sih?!!” “Percuma saja, Nak!” jawab Mami yang terus mondar-mandir tak menentu dengan handphone yang ia pegang erat di tangannya. Aku yang mengerti dengan kondisi saat ini tanpa dikomando lagi, aku segera mengambil beberapa lembar pakaianku lalu memasukkannya ke dalam tas. Kembali terdengar deringan handphone Mami, dan samar-samar Nampak Mami tengah serius berbicara kepada orang yang ada di seberang telpon. Aku mulai kasak-kusuk sehingga aku tak lagi memperhatikan pakaian-pakaian yang aku masukkan ke dalam tas. “Kenapa, Dik? Kenapa dengan Ibu?! Apa??! Katakan saja, Dik! Hah.. Ibu telah tiada!! Huuu…” terdengar jerit tangis Mami. Aku pun sadar bahwa Ibu telah pergi untuk selamanya meski aku belum dapat percaya seutuhnya bahwa Ibu telah tiada. Aku terisak. Air mataku tak dapat lagi kubendung. Mami menghampiriku lalu memelukku dengan erat. Kedua hati kami terasa pedih luar biasa. Setelah itu, Mami bergegas keluar dari rumah lalu menuju ke mesjid yang terletak tepat di samping rumahku untuk menyampaikan berita duka itu kepada Papi yang tengah melaksanakan ittikaf di mesjid itu. Dalam kegelapan, Mami berusaha mencari Papi sebab saat itu keadaan tengah mati lampu. Setelah berhasil menemukan Papiku, Mami menyampaikan berita itu kepada Papi. Air mata pun jatuh dari pelupuk mata Papi. *** “Ibu…Ibu…” tangisku pecah di hadapan mayat Ibu. Kurangkul tubuh Ibu lalu menciumi keningnya dengan penuh perasaan. Sebenarnya tubuhku terasa amat lemas bahkan aku nyaris pingsan akan tetapi aku berusaha menguatkan diriku agar dapat ikut memandikan mayat Ibu lalu juga ikut menyolatinya dan kemudian ikut mengantarkan jenazah Ibu hingga ke pemakaman. *** Allahu Akbar… Allahu Akbar.. takbir terus berkumandang dari mesjid kecil yang terletak tak jauh dari rumah Tante Nelly. Omelan Mami memenuhi kupinku sebab aku telat sholat subuh. Seluruh sepupuku telah siap untuk ke mesjid. “Buruan!! Entar kita tak dapat tempat lagi! Mandinya jangan lama-lama ya!” ala bisa karena biasa, pepatah itu ditujukan padaku. Di saat yang bersamaan, aku telah selesai mandi dan hujan mendadak turun dengan derasnya. Dan dua sepupuku juga membertahu bahwa tempat di dalam mesjid telah penuh. Aku pun menjadi sasaran omelan dari sepupu, tante dan mamiku. “Kak Nurul sih Lelet!” gerutu sepupuku. Terpaksa kami melaksanakan sholat ied di dalam rumah saja yang dipimpin oleh Mamiku. Sebelum itu kami bertakbir. Setelah sholat ied telah selesai kami kerjakan, layaknya sholat ied di mesjid, Mami member ceramah kepada kami semua. Hujan pun mulai reda. Terdengar suara Imam mesjid yang baru saja memulai shalat ied. Rupanya aku dan keluargaku mengerjakan sholat ied lebih dahulu !! Penulis: Risya Rizky Nurul Qur’ani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar