Rabu, 21 Agustus 2013

Arti peran Papa dan Mama dalam menaklukkan keterbatasanku

Aku terlahir di dunia ini dengan sempurna tanpa cacat sedikit pun. Namun ketika aku memasuki usia remaja, aku mengidap tumor otak dan hingga akhirnya tepat pada tanggal 25 Juni 2007 silam yang saat itu aku tepat menginjak usia 14 tahun, penyakit tersebut memaksa kelamkan penglihatanku. Melihat kondisiku yang begitu memprihatinkan, orang tuaku melarikanku ke rumah sakit untuk dioperasi. Hasil operasi tersebut berhasil dan kondisiku pun berangsur membaik terkecuali penglihatanku yang hingga kini kondisinya tetap sama, kedua mata ini tak dapat lagi berfungsi, yah… sekedar menjadi hiasan yang terpajang indah di wajahku. Hari demi hari kujalani tanpa cahaya penglihatan, aku merasa kesulitan dalam menjalani kehidupan baruku ini yang serba terbatas dan bergantung pada orang lain. Walau begitu, aku sangat bersyukur memiliki orang tua yang sangat peduli akan kondisiku yang membutuhkan perhatian ekstra dari sebelumnya dan mereka tak pernah membedakanku dengan saudara-saudaraku yang lain. Dengan tegas, mereka selalu membimbingku agar aku dapat mandiri. Akan tetapi mereka selalu saja memerintahkanku untuk dapat melakukan dan mengerjakan tugas-tugas rumah tanpa dibantu oleh siapa pun, bahkan semua tugas itu lebih sering dibebankan kepadaku ketimbang saudara-saudaraku yang lain. Aku pun sempat berprasangka buruk kepada mereka bahwa aku tak disayang lagi oleh keduanya. Dan ternyata mereka dapat menangkap yang tersirat dalam sikapku yang mendadak berubah. Suatu seketika, mereka memanggilku dan menyampaikan sesuatu kepadaku yang hingga saat ini aku tak pernah lupa oleh perkataan mereka, :Anakku, maafkanlah akan perlakuan kami sehingga membuat hatimu terluka, tapi kamu harus tahu mengapa kami memperlakukanmu seperti ini. Tahukah kamu? suatu saat tak selamanya kami akan selalu ada buatmu, jika kami kelak telah tiada di dunia ini, kamu harus melanjutkan hidupmu tanpa kami di sisimu terkecuali Allah, sandarkanlah segala masalahmu kepada-Nya sebab hanya Dialah sebaik-baik tempat bersandar dan kamu harus mengandalkan Allah dalam kehidupanmu. Itulah tujuan kami mendidikmu seperti ini dan kami ingin kamu bisa menjadi wanita yang kuat, tegar, dan tahan mental akan omongan masyarakat akan kecacatanmu,” aku terpana mendengarnya, seketika aku memeluk keduanya, menyadari bahwa merekalah yang paling menyayangiku di dunia ini dan selalu memikirkan akan masa depanku kelak. Berkat didikan mereka itulah aku telah dapat mandiri dalam mengerjakan tugas rumah sebagai anak yang harus membantu orang tua. 2 tahun kemudian, setelah sekian lama mengganggur di rumah, mereka memasukkanku di salah satu SLB. Di sana aku diasramakan sehingga aku makin mandiri, keduanya sangat senang akan kemajuanku. Dan pada suatu hari, aku ditunjuk untuk mewakili sekolahku dalam lomba cipta baca tulis puisi, aku memutuskan untuk membuat puisi mengenai asaku untuk membahagiakan orang tuaku dan ternyata aku menang sehingga aku mewakili provinsiku untuk tahap lomba selanjutnya yaitu seIndonesia. Tak lupa aku mengucapkan terima kasih kepada keduanya dan mengajak mereka untuk ikut bersamaku ke kota Surabaya tempat lomba selanjutnya diadakan. Mereka tak berkomentar sedikit pun, hanya air mata haru yang menyiratkan akan kebahagiaan mereka saat itu. Tak terasa setahun sudah kutempuh pendidikan di SLB tersebut, namun sayangnya penyakitku kambuh dan kembali menyerangku, dengan terpaksa aku harus pulang ke rumah dan beristirahat hingga akhirnya aku harus dioperasi lagi untuk kedua kalinya. Meski aku telah dioperasi, dokter melarangku untuk kembali bersekolah sebab takut penyakitku kambuh dan aku dilarang untuk banyak berpikir. Beberapa bulan kemudian, tak terasa Ujian Akhir Nasional telah dekat, menyadari hal tersebut aku pun mulai gelisah sebab penyakitku ini kambuh ketika aku naik ke kelas 3 sehingga hamper setahun aku tak mengikuti proses belajar. Aku pun terus saja membujuk orang tuaku agar mengizinkanku untuk dapat kembali bersekolah selama sebulan lebih sebagai persiapan untuk mengikuti ujian nanti. Dengan berat hati, akhirnya mereka mengizinkanku tetapi aku tak dapat lagi tinggal di asrama seperti dulu sebab kesehatanku harus selalu dipantau oleh keduanya. Rumah dan sekolahku sangat terpaut jauh dan memakan waktu sejam untuk tiba di sekolah dan Papakulah yang selalu bolak-balik untuk mengantarkanku setiap harinya tanpa mengenal lelah. Ujian pun tiba, dengan berbekal usaha belajar sebulan dan doa, aku telah siap. Singkat cerita, hasil ujian pun telah keluar dan aku bersyukur sebab aku lulus dan nilaiku berada di peringkat kedua di sekolahku tersebut. tak lupa aku bersujud syukur dan berterima kasih atas doa kedua orang tuaku sehingga aku dapat lulus. Setelah itu, aku berniat untuk melanjutkan pendidikanku ke tingkat Sekolah Menengah Atas akan tetapi mereka tak memperbolehkanku dengan alasan menimbang akan kesehatanku dan segala resiko yang dapat saja terjadi kapan pun. Namun aku tetap bersikeras dengan niatku tersebut bahkan aku menangis sejadi-jadinya. Tak tega melihatku seperti itu, dengan berat hati mereka merelakanku untuk kembali bersekolah tapi bedanya kali ini aku akan bersekolah di SMA umum yang terletak tak jauh dari kompleksku yang dimana di sekolah itu tak pernah sebelumnya dimasuki oleh kaum tunanetra. Aku pun sempat ditolak dan orang tuaku disarankan agar mencari sekolah lain yang tepat untuk orang sepertiku. Mendengar ucapan yang dilontarkan oleh salah satu pihak sekolah tersebut, hatiku bagai tersayat sedangkan orang tuaku sangat bersedih melihatku diperlakikan tak adil seperti ini. Papaku pun bersuara dan berusaha menjelaskan bahwa aku mampu dan berhak menempuh pendidikan di sekolah tersebut. bahkan kedua orang tuaku mengerahkan dan melakukan seluruh cara agar aku dapat diterima di sekolah itu. Keduanya pun menghubungi senior-seniorku yang senasib denganku yang kini telah berhasil memasuki universitas yang ada di kotaku agar mereka dapat menjelaskan bukti-bukti kepada pihak sekolah tersebut bahwa tunanetra sepertiku berhak dan dapat sukses seperti mereka yang memiliki fisik sempurna. Akhirnya aku diterima oleh pihak sekolah tetapi dengan syarat aku harus mengikuti uji coba selama sebulan. Jika aku berhasil melewati uji coba itu dengan baik, aku dapat melanjutkan pendidikanku di sekolah itu dan bila aku tak berhasil, aku harus meninggalkan sekolah tersebut. untuk membantu kelangsunganan proses belajar mengajar di sekolah, orang tuaku memberikanku fasilitas sebuah laptop yang telah dipasangkan sebuah aplikasi yang akan membaca seluruh tulisan-tulisan yang tertera pada layar monitor laptop tersebut. bukan hanya itu, mereka membeli beberapa buku pelajaran yang digunakan untuk mempelajari beraneka mata pelajaran yang ada di sekolahku. Dan juga dibantu oleh alat scanner, aku dapat membaca isi dari buku-buku tersebut dan apabila hasil scan itu itu kurang jelas, dengan senang hati orang tuaku membacakan isi buku tersebut dan aku yang terkadang kurang paham akan pelajaranku, mereka selalu membimbingku juga mengajariku hingga aku dapat mengerti akan pelajaranku. Hingga suatu ketika penyakitku kambuh lagi dan aku tak biperbolehkan untuk kembali bersekolah. Aku hanya menurut saja menyadari keegoanku yang ditimbulkan oleh diriku sendiri. Namun orang tuaku tak menyurutkan dan mematahkan semangatku untuk menggapai segala impianku dan menyarankanku untuk mengembangkan potensi bakat menulis yang kumiliki yang bisa saja akan mengantarkanku pada gerbang kesuksesan. Dengan senang hati, aku menyambut gagasan tersebut sehingga saat ini aku tak pernah berhenti untuk menulis, melahirkan beberapa karya dan mengikutsertakannya pada beberapa lomba menulis yang diadakan beberapa oleh berbagai pihak. Terima kasih Papa.. Mama… arti peran kalian sangat besar dalam menaklukkan keterbatasanku ini dan aku sangat bersyukur memiliki orang tua seperti mereka dibanding orang tua dari salah satu murid di SLbku yang memiliki netra dan mental yang cacat namun tak dipedulikan oleh orang tuanya. Padahal semestinya mereka yang telah melahirkannya harus mengerti akan kebutuhan khusus yang tepat dan bermanfaat buatnya dalam menaklukkan keterbatasan dan menggapai masa depan yang cerah. Selain itu, aku sangat berharp besar kepada seluruh masyarakat agar peduli akan kehadiran kami yang berkebutuhan khusus yang juga ingin meraih kesuksesan seperti mereka yang sempurna. Penulis: Risya Rizky Nurul Qur’ani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar