Kamis, 10 Mei 2012

Pesona Sang Raja Kecil


Telah sedari tadi Putri terus saja memandangi sebuah foto berukuran dompet yang ada di tangannya. Nampaknya foto itu telah usang dimakan oleh waktu. Foto itu telah merebut perhatiannya dari pelajaran yang dibawakan oleh sang dosen yang telah sejam berkomat-kamit di depan kelas, namun tak sekali pun Putri menyimak pelajaran tersebut. Tanpa menyadari kesalahan yang telah ia buat, sang dosen dapat menangkap dan menyaksikan tingkah laku Putri dari balik kacamatanya walau tempat duduk Putri berada di pojok belakang.
“Gawat! Putri terancam berada di ujung tanduk, sekarang dosen menuju ke tempat Putri,” bisik Monika sahabat Putri, ia tak tahu harus berbuat apa untuk menolong sahabatnya.
“Putri! Karena foto ini telah mengalihkan perhatan kamu pada palajaran yang saya bawa, foto ini saya sita untuk selama-lamanya!” bentak sang dosen dengan kasar menarik foto itu dari genggaman Putri. Bagai disambar petir di siang bolong, Putri terkejut bukan main.
“Maaf, Pak… Putri tak bermaksud…”
“Kamu tak usah membela diri! Jelas-jelas kamu telah bersalah, kamu masih saja mau mengelak dari kesalahanmu!” potong sang dosen. Karena takut kehilangan foto tersebut, Putri meminta kepada sang dosen untuk mengembalikan foto itu kepadanya dengan wajah dan suara memelas. Meski melihat linangan air mata Putri, hati sang dosen tak sedikit pun tersentuh.
“Kamu dapat mengambil foto ini tapi dengan syarat kamu harus keluar dari ruangan saat ini juga dan kamu tak boleh mengikuti pelajaran saya selama sebulan penuh! Dan satu lagi, sekarang kamu harus membersihkan pekarangan fakultas ini, setuju?” ujarnya dengan menatap tajam ke arah Putri yang telah nampak terkulai lemas di hadapannya. Sejenak Putri terdiam, tampaknya ia tengah berpikir keras, ia menimbang segala resiko yang akan terjadi dari setiap keputusan yang akan dipilihnya. Tak lama kemudian ia mengangguk pelan menandakan  bahwa ia menyanggupi persyaratan itu. Setelah mendapatkan foto itu kembali, Putri pun beranjak meninggalkan ruangan dengan menatap lurus ke arah pintu tanpa menoleh sana-sini.
***
“Hei Put, aku boleh lihat nggak foto yang menjadi biang kerok hingga kamu dihukum seperti ini?” Tanya Monika ketika ia menghampiri Putri yang tengah sibuk membersihkan pekarangan. Tanpa berlama-lama, Putri pun menyodorkan foto itu kepada Monika. Setelah mengamati foto itu lekat-lekat, Monika pun tertawa terpingkal-pingkal.
“Ini kan hanya foto dua orang anak kecil?!. Dan jangan bilang bahwa anak perempuan itu adalah kamu ya?!” Monika mencoba menerka.
“Iya, itu aku saat masih berusia 7 tahun,” jawabnya.
“Terus… anak lelaki itu siapa?” tanyanya penuh selidik.
“Dia mantan tetanggaku sekaligus sahabat dan kakak kelasku waktu kami masih di Sekolah dasar, namanya Raja. Meski usia kami terpaut jauh, tapi kami begitu akrab. Dan ketika ia tamat dari sekolah dasar, ia beserta keluarganya pindah ke luar negeri,” ucapnya lirih. Monika hanya terdiam menyimak cerita dari sahabatnya yang telah mulai meneteskan air mata.
 “Dia sangat berkesan di hatiku, selain anaknya baik hati, pintar dan berprestasi di sekolah, ia telah menyelamatkan nyawaku. Saat itu aku tengah menyebrangi sebuah jalan dan tiba-tiba dari arah yang tak terduga, sebuah truk besar nyaris menabrakku. Melihat bahaya yang ada di depan matanya, ia seketika mendorongku menuju ke pinggir jalan. Aku pun selamat dari maut tersebut, namun Raja sempat terluka sebab ia terjatuh ketika berusaha menyelamatkanku. Semenjak itulah aku terpesona kepadanya dan jatuh cinta untuk pertama kalinya meski waktu itu aku belum pantas untuk mengenal cinta. Sesuai dengan namanya, ia telah merajai seluruh hati dan cintaku,” sambungnya dengan bercerita panjang lebar.
“Oh ya, Ngomong-ngomong, dosen tadi sempat nggak melihat foto ini?” tanyanya. Putri hanya menggeleng, dan tiba-tiba handphone Monika berbunyi. “New Message”, Monika segera membaca pesan yang masuk di handphonenya. Setelah membaca pesan tersebut, mendadak Monika segera pamit pada Putri, ia tampak terburu-buru. Saat ditanya oleh Putri, ia hanya mengatakan bahwa ia memiliki sebuah urusan mendadak yang harus ia tuntaskan hari itu juga.
***
 “Mas, pesan seporsi ya…” pesannya pada penjual mie ayam yang ada di hadapannya sembari duduk di sebuah pos tak jauh dari sekitar pekarangan buatnya melepaskan lelah. Dari kejauhan, ia melihat sang dosen yang telah menghukumnya keluar meninggalkan kampus. Tak lama berselang dengan keluarnya sang dosen, sebuah mobil hitam  memasuki wilayah fakultas dan berhenti tepat di samping pos tempat Putri tengah beristirahat. Dari mobil tersebut, keluarlah seorang pemuda berperawakan jangkung, lalu pemuda tersebut juga memesan menu serupa dengannya dan duduk tepat di sebelahnya.
“Eh… Den ganteng, kok baru muncul sih? Pengen jemput Pak Sastro ya? Yah.. Den telat tuh, baru saja saya melihat Pak Sastro keluar meninggalkan kampus ini,” ujar Si Mas dengan ramah. mendengar nama Pak Sastro disebut, seketika membuat Putri tersedak dan tak sengaja hal itu mengundang perhatian sang pemuda.
“Kamu baik-baik saja?” Tanya sang pemuda dengan nada khawatir seraya menyodorkan segelas air putih untuknya.
“Terima kasih,” ujarnya singkat setelah meminum air tersebut.
“Mahasiswa baru ya?” tanyanya. Putri hanya menggangguk tanpa berkata sepatah kata pun. Ketika Putri hendak membayar, dirogohnya saku roknya akan tetapi ia tak menemukan dompetnya. Di acaknya seluruh isi tasnya, namun hasilnya tetap sama, ia tak menemukan dompetnya. Kepanikan pun menyerangnya hingga akhirnya ia pun tersadar dan mengingat bahwa dompetnya ketinggalan di kost. Pemuda yang telah sedari tadi memperhatikan kesibukan Putri, menebak bahwa gadis di sebelahnya tengah kehilangan sesuatu.
“Kenapa, Dik? Ada masalah?” tanyanya ramah.
“Aku baru sadar bahwa dompetku ketinggalan di kosanku. Aku bingung sebab aku tak dapat membayar makanan ini dan aku tak bisa pulang tanpa uang sepersen pun,” bisiknya tak ingin hal itu kedengaran sampai di telinga sang Mas penjual.
“Tenang saja, biar aku yang membayar semuanya dan aku bersedia untuk mengantarkanmu pulang, lagian aku nggak jadi pulang bersama pamanku yang telah sedari tadi meninggalkan kampus ini,” ujarnya tersenyum simpul. Tik..tik.. tanpa terduga air dari langit biru turun dengan derasnya sehingga Putri spontan mendekap erat badannya dengan kedua tangan agar mengurangi rasa dingin yang melanda sekujur tubuhnya. Pemuda itu pun melepas jaket biru yang ia kenakan dan memberi jaket tersebut kepada Putri untuk mengenakannnya. Awalnya Putri menolak, akhirnya ia pun mau mengenakan jaket tersebut setelah terus didesak oleh pemuda itu.
***
“Terima kasih ya atas tumpangannya,” ujar Putri ketika ia telah tiba di depan kostnya. Pemuda tersebut hanya tersenyum kecil seraya mengedipkan sebelah matanya kemudian berlalu meninggalkan tempat tersebut.
***
“Ya ampun… jaket pemuda itu! Aku lupa mengembalikannya!” pekiknya saat ia telah masuk di kamarnya. Setelah memeriksa seluruh saku yang ada di jaket tersebut, ia menemukan dompet kulit milik pemuda tadi yang berisi sejumlah uang dan sebuah KTP tanpa memperhatikan tulisan yang ada di kartu tersebut. Tiba-tiba perhatiannya tertuju pada sebuah foto yang ada di dalam dompet itu. Ia mengeluarkan foto tersebut dari dompet dan berusaha mengamatinya. Matanya terbelalak setelah mengetahui bahwa anak perempuan yang ada di foto itu adalah gambaran dirinya yang tengah memegang setangkai bunga matahari. Bukan hanya itu, di belakang foto tersebut tertulis dua buah kata yang seketika membuat jantungnya berdetak lebih cepat  dan dua buah kata itu juga telah menghipnotis dirinya serasa melayang di antara awan-awan  putih.
“First love… apakah pemuda itu adalah Raja?” tanyanya agak ragu. Ia pun mengambil KTP milik pemuda tadi untuk memastikan bahwa dugaannya tak meleset.
“Raja Mahatir… ooh tidak! Pemuda itu ternyata Raja yang selama ini kucari dan kurindukan. Ooh Tuhan… ternyata dia juga mencintaiku seperti aku mencintainya,” ucapnya dengan suara yang gemetar.
***
Berhari-hari Putri menanti kehadiran Raja di pos tempat mereka dipertemukan berharap ia dapat berjumpa kembali dengan Raja sang kekasih hatinya dan ia juga ingin mengembalikan jaket tersebut. namun usahanya sia-sia belaka. Ia sempat merasa menyesal mengapa pada hari itu ia tak meminta nomor telepon darinya. Jangankan nomor telepon, namanya pun tak sempat ia tanyakan. “Oh betapa bodohnya diriku ini…’ makinya dalam hati.
“Ya ampun Putri! Kenapa kamu tak menemui Pak Sastro aja?” usul Monika. Tanpa berpikir panjang, mereka pun menuju ke ruangan Pak Sastro.
“Kalian mencari siapa? Pak Sastro ya? Kalau kalian tengah mencari beliau, maaf sebelumnya, beliau sedang berada di luar kota. Katanya sih, setelah mengikuti dua hari penataran di sebuah kota, beliau langsung menuju ke tempat salah sanak keluarganya sebab Raja keponakan tersayangnya yang merupakan pilot sebuah pesawat mengalami kecelakaan dan hingga saat ini Raja belum ditemukan, beberapa info yang ada kemungkinan besar ia tewas dalam kecelakaan tersebut,” jelas seorang dosen wanita. Mendengar berita duka tersebut, jiwa Putri terasa terguncang, air matanya pun berderai jatuh  hingga ke lantai. Ia tak pernah menyangka bahwa ia Tuhan sempat mempertemukan mereka di luar dugaan dan di luar dugaan pula ia harus menerima kenyataan bahwa Raja sang pujaan hatinya telah pergi dari dunia ini untuk selama-lamanya.
***
“Put, sebagai anggota organisai pencinta alam, kamu harus ikut kegiatan camping yang diadakan oleh organisasi kita dan info itu telah sampai ke kita sejak dua minggu yang lalu. Dan semoga dengan mengikuti kegiatan tersebut, kamu dapat mengobati kesedihan yang mendalam di hatimu,” ujar Monika yang tengah berkunjung ke kost Putri yang mendadak sakit setelah mendengar berita duka kemarin yang disampaikan oleh seorang dosen wanita. Putri hanya mengangguk pelan tanpa melontarkan sepatah kata pun dari bibirnya. Saat ini tampaknya ia kurang bergairah mengerjakan segala aktifitas sehari-harinya termasuk makan dan minum. Melihat kondisi sahabatnya yang memburuk, Monika memutuskan untuk menginap semalam di kos Putri.

Pada keesokan harinya, Putri telah siap untuk mengikuti kegiatan camping. Dengan mengenakan jaket biru milik Raja, keceriannya telah pulih. Menyadari akan hal itu, Monika spontan tersenyum menyaksikan gaya dan penampilan sahabatnya yang nampak lucu dengan jaket Raja yang berukuran besar, terpaut sangat jauh berbeda dengan postur tubuh Putri yang begitu mungil.
“Itu baru sahabatku..” celetuk Monika. Mereka pun menyantap sarapan bersama-sama sebelum mereka meninggalkan kosan tersebut.
***
Ketika tiba di lokasi perkemahan yang terletak berada di tengah hutan, Putri meminta izin kepada ketua rombongan untuk meneguk air sungai yang terletak tak jauh dari lokasi perkemahan tersebut.
“Kita semua lupa sih membawa persediaan air, tapi untunglah letak sungai tak terlalu jauh dari lokasi perkemahan kita ya..,” ujar salah seorang anggota rombongan Putri.
Saat Putri baru saja hendak meneguk air sungai tersebut, terdengar suara seorang lelaki tengah menyerunya. Ia pun sangat terperanjat mendengar suara itu dan spontan ia menoleh ke arah sumber suara tersebut.
“Raja!!!” ucapnya tak percaya melihat Raja yang kini telah berdiri di hadapannya.
“Hei, kamu kok tahu namaku? Padahal hari itu aku tak sempat memperkenalkan namaku kepadamu?! Oh atau kamu tahu dari KTP yang ada di dompetku yang ada di saku jaketku kan? Aku nggak sempat mengambil jaket itu soalnya esok harinya aku harus menjalankan tugasku sebagai pilot hingga pesawatku mengalami kecelakaan, namun untung aku dapat selamat dan terdampar di hutan ini. Aku yakin, seluruh keluargaku pasti telah mengira bahwa aku telah tewas. Aku ingin pulang, tapi saat itu aku tak tahu arah untuk keluar dari hutan ini. Tapi.. syukurlah kamu udah hadir membantuku, kamu mau kan membantuku?” jelasnya panjang lebar.
“Tentu Raja, aku seorang Putri Dinda Dewi akan selalu ada untukmu,” jawabnya dengan deraian air mata. Mendengar nama itu, Raja seketika terkesima dan sejenak tertegun memandang wajah Putri dalam-dalam. Setelah membuktikan bahwa ia adalah Putri yang Raja maksud dengan memberikan sebuah foto masa kecil mereka, Raja pun yakin dan sadar bahwa gadis yang kini tengah berdiri di hadapannya adalah gadis yang selama ini ia cari dan ia rindukan. Seketika mereka pun berpelukan disertai deraian air mata bahagia, tak kuasa membendung segala perasaan keduanya yang telah lama terpendam.

Created by:
Risya Rizky Nurul Qur’ani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar