Telah sedari tadi Putri terus saja
memandangi sebuah foto berukuran dompet yang ada di tangannya. Nampaknya foto
itu telah usang dimakan oleh waktu. Foto itu telah merebut perhatiannya dari pelajaran
yang dibawakan oleh sang dosen yang telah sejam berkomat-kamit di depan kelas,
namun tak sekali pun Putri menyimak pelajaran tersebut. Tanpa menyadari
kesalahan yang telah ia buat, sang dosen dapat menangkap dan menyaksikan tingkah
laku Putri dari balik kacamatanya walau tempat duduk Putri berada di pojok
belakang.
“Gawat! Putri terancam berada di ujung
tanduk, sekarang dosen menuju ke tempat Putri,” bisik Monika sahabat Putri, ia
tak tahu harus berbuat apa untuk menolong sahabatnya.
“Putri! Karena foto ini telah
mengalihkan perhatan kamu pada palajaran yang saya bawa, foto ini saya sita
untuk selama-lamanya!” bentak sang dosen dengan kasar menarik foto itu dari
genggaman Putri. Bagai disambar petir di siang bolong, Putri terkejut bukan
main.
“Maaf, Pak… Putri tak bermaksud…”
“Kamu tak usah membela diri! Jelas-jelas
kamu telah bersalah, kamu masih saja mau mengelak dari kesalahanmu!” potong
sang dosen. Karena takut kehilangan foto tersebut, Putri meminta kepada sang
dosen untuk mengembalikan foto itu kepadanya dengan wajah dan suara memelas. Meski
melihat linangan air mata Putri, hati sang dosen tak sedikit pun tersentuh.
“Kamu dapat mengambil foto ini tapi
dengan syarat kamu harus keluar dari ruangan saat ini juga dan kamu tak boleh
mengikuti pelajaran saya selama sebulan penuh! Dan satu lagi, sekarang kamu
harus membersihkan pekarangan fakultas ini, setuju?” ujarnya dengan menatap
tajam ke arah Putri yang telah nampak terkulai lemas di hadapannya. Sejenak
Putri terdiam, tampaknya ia tengah berpikir keras, ia menimbang segala resiko
yang akan terjadi dari setiap keputusan yang akan dipilihnya. Tak lama kemudian
ia mengangguk pelan menandakan bahwa ia
menyanggupi persyaratan itu. Setelah mendapatkan foto itu kembali, Putri pun
beranjak meninggalkan ruangan dengan menatap lurus ke arah pintu tanpa menoleh
sana-sini.
***
“Hei Put, aku boleh lihat nggak foto
yang menjadi biang kerok hingga kamu dihukum seperti ini?” Tanya Monika ketika
ia menghampiri Putri yang tengah sibuk membersihkan pekarangan. Tanpa
berlama-lama, Putri pun menyodorkan foto itu kepada Monika. Setelah mengamati
foto itu lekat-lekat, Monika pun tertawa terpingkal-pingkal.
“Ini kan hanya foto dua orang anak
kecil?!. Dan jangan bilang bahwa anak perempuan itu adalah kamu ya?!” Monika
mencoba menerka.
“Iya, itu aku saat masih berusia 7
tahun,” jawabnya.
“Terus… anak lelaki itu siapa?” tanyanya
penuh selidik.
“Dia mantan tetanggaku sekaligus sahabat
dan kakak kelasku waktu kami masih di Sekolah dasar, namanya Raja. Meski usia
kami terpaut jauh, tapi kami begitu akrab. Dan ketika ia tamat dari sekolah
dasar, ia beserta keluarganya pindah ke luar negeri,” ucapnya lirih. Monika
hanya terdiam menyimak cerita dari sahabatnya yang telah mulai meneteskan air
mata.
“Dia
sangat berkesan di hatiku, selain anaknya baik hati, pintar dan berprestasi di
sekolah, ia telah menyelamatkan nyawaku. Saat itu aku tengah menyebrangi sebuah
jalan dan tiba-tiba dari arah yang tak terduga, sebuah truk besar nyaris
menabrakku. Melihat bahaya yang ada di depan matanya, ia seketika mendorongku
menuju ke pinggir jalan. Aku pun selamat dari maut tersebut, namun Raja sempat
terluka sebab ia terjatuh ketika berusaha menyelamatkanku. Semenjak itulah aku
terpesona kepadanya dan jatuh cinta untuk pertama kalinya meski waktu itu aku
belum pantas untuk mengenal cinta. Sesuai dengan namanya, ia telah merajai
seluruh hati dan cintaku,” sambungnya dengan bercerita panjang lebar.
“Oh ya, Ngomong-ngomong, dosen tadi
sempat nggak melihat foto ini?” tanyanya. Putri hanya menggeleng, dan tiba-tiba
handphone Monika berbunyi. “New Message”, Monika segera membaca pesan yang masuk
di handphonenya. Setelah membaca pesan tersebut, mendadak Monika segera pamit
pada Putri, ia tampak terburu-buru. Saat ditanya oleh Putri, ia hanya
mengatakan bahwa ia memiliki sebuah urusan mendadak yang harus ia tuntaskan
hari itu juga.
***
“Mas,
pesan seporsi ya…” pesannya pada penjual mie ayam yang ada di hadapannya
sembari duduk di sebuah pos tak jauh dari sekitar pekarangan buatnya melepaskan
lelah. Dari kejauhan, ia melihat sang dosen yang telah menghukumnya keluar
meninggalkan kampus. Tak lama berselang dengan keluarnya sang dosen, sebuah
mobil hitam memasuki wilayah fakultas
dan berhenti tepat di samping pos tempat Putri tengah beristirahat. Dari mobil
tersebut, keluarlah seorang pemuda berperawakan jangkung, lalu pemuda tersebut juga
memesan menu serupa dengannya dan duduk tepat di sebelahnya.
“Eh… Den ganteng, kok baru muncul sih?
Pengen jemput Pak Sastro ya? Yah.. Den telat tuh, baru saja saya melihat Pak
Sastro keluar meninggalkan kampus ini,” ujar Si Mas dengan ramah. mendengar
nama Pak Sastro disebut, seketika membuat Putri tersedak dan tak sengaja hal
itu mengundang perhatian sang pemuda.
“Kamu baik-baik saja?” Tanya sang pemuda
dengan nada khawatir seraya menyodorkan segelas air putih untuknya.
“Terima kasih,” ujarnya singkat setelah
meminum air tersebut.
“Mahasiswa baru ya?” tanyanya. Putri
hanya menggangguk tanpa berkata sepatah kata pun. Ketika Putri hendak membayar,
dirogohnya saku roknya akan tetapi ia tak menemukan dompetnya. Di acaknya
seluruh isi tasnya, namun hasilnya tetap sama, ia tak menemukan dompetnya.
Kepanikan pun menyerangnya hingga akhirnya ia pun tersadar dan mengingat bahwa
dompetnya ketinggalan di kost. Pemuda yang telah sedari tadi memperhatikan kesibukan
Putri, menebak bahwa gadis di sebelahnya tengah kehilangan sesuatu.
“Kenapa, Dik? Ada masalah?” tanyanya
ramah.
“Aku baru sadar bahwa dompetku
ketinggalan di kosanku. Aku bingung sebab aku tak dapat membayar makanan ini
dan aku tak bisa pulang tanpa uang sepersen pun,” bisiknya tak ingin hal itu
kedengaran sampai di telinga sang Mas penjual.
“Tenang saja, biar aku yang membayar
semuanya dan aku bersedia untuk mengantarkanmu pulang, lagian aku nggak jadi
pulang bersama pamanku yang telah sedari tadi meninggalkan kampus ini,” ujarnya
tersenyum simpul. Tik..tik.. tanpa terduga air dari langit biru turun dengan
derasnya sehingga Putri spontan mendekap erat badannya dengan kedua tangan agar
mengurangi rasa dingin yang melanda sekujur tubuhnya. Pemuda itu pun melepas
jaket biru yang ia kenakan dan memberi jaket tersebut kepada Putri untuk
mengenakannnya. Awalnya Putri menolak, akhirnya ia pun mau mengenakan jaket
tersebut setelah terus didesak oleh pemuda itu.
***
“Terima kasih ya atas tumpangannya,”
ujar Putri ketika ia telah tiba di depan kostnya. Pemuda tersebut hanya
tersenyum kecil seraya mengedipkan sebelah matanya kemudian berlalu meninggalkan
tempat tersebut.
***
“Ya ampun… jaket pemuda itu! Aku lupa
mengembalikannya!” pekiknya saat ia telah masuk di kamarnya. Setelah memeriksa
seluruh saku yang ada di jaket tersebut, ia menemukan dompet kulit milik pemuda
tadi yang berisi sejumlah uang dan sebuah KTP tanpa memperhatikan tulisan yang
ada di kartu tersebut. Tiba-tiba perhatiannya tertuju pada sebuah foto yang ada
di dalam dompet itu. Ia mengeluarkan foto tersebut dari dompet dan berusaha
mengamatinya. Matanya terbelalak setelah mengetahui bahwa anak perempuan yang
ada di foto itu adalah gambaran dirinya yang tengah memegang setangkai bunga
matahari. Bukan hanya itu, di belakang foto tersebut tertulis dua buah kata
yang seketika membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan dua buah kata itu juga telah menghipnotis
dirinya serasa melayang di antara awan-awan
putih.
“First love… apakah pemuda itu adalah
Raja?” tanyanya agak ragu. Ia pun mengambil KTP milik pemuda tadi untuk
memastikan bahwa dugaannya tak meleset.
“Raja Mahatir… ooh tidak! Pemuda itu
ternyata Raja yang selama ini kucari dan kurindukan. Ooh Tuhan… ternyata dia
juga mencintaiku seperti aku mencintainya,” ucapnya dengan suara yang gemetar.
***
Berhari-hari Putri menanti kehadiran
Raja di pos tempat mereka dipertemukan berharap ia dapat berjumpa kembali
dengan Raja sang kekasih hatinya dan ia juga ingin mengembalikan jaket
tersebut. namun usahanya sia-sia belaka. Ia sempat merasa menyesal mengapa pada
hari itu ia tak meminta nomor telepon darinya. Jangankan nomor telepon, namanya
pun tak sempat ia tanyakan. “Oh betapa bodohnya diriku ini…’ makinya dalam
hati.
“Ya ampun Putri! Kenapa kamu tak menemui
Pak Sastro aja?” usul Monika. Tanpa berpikir panjang, mereka pun menuju ke
ruangan Pak Sastro.
“Kalian mencari siapa? Pak Sastro ya? Kalau
kalian tengah mencari beliau, maaf sebelumnya, beliau sedang berada di luar
kota. Katanya sih, setelah mengikuti dua hari penataran di sebuah kota, beliau
langsung menuju ke tempat salah sanak keluarganya sebab Raja keponakan
tersayangnya yang merupakan pilot sebuah pesawat mengalami kecelakaan dan
hingga saat ini Raja belum ditemukan, beberapa info yang ada kemungkinan besar
ia tewas dalam kecelakaan tersebut,” jelas seorang dosen wanita. Mendengar
berita duka tersebut, jiwa Putri terasa terguncang, air matanya pun berderai
jatuh hingga ke lantai. Ia tak pernah
menyangka bahwa ia Tuhan sempat mempertemukan mereka di luar dugaan dan di luar
dugaan pula ia harus menerima kenyataan bahwa Raja sang pujaan hatinya telah
pergi dari dunia ini untuk selama-lamanya.
***
“Put, sebagai anggota organisai pencinta alam, kamu
harus ikut kegiatan camping yang diadakan oleh organisasi kita dan info itu
telah sampai ke kita sejak dua minggu yang lalu. Dan semoga dengan mengikuti
kegiatan tersebut, kamu dapat mengobati kesedihan yang mendalam di hatimu,”
ujar Monika yang tengah berkunjung ke kost Putri yang mendadak sakit setelah
mendengar berita duka kemarin yang disampaikan oleh seorang dosen wanita. Putri
hanya mengangguk pelan tanpa melontarkan sepatah kata pun dari bibirnya. Saat
ini tampaknya ia kurang bergairah mengerjakan segala aktifitas sehari-harinya
termasuk makan dan minum. Melihat kondisi sahabatnya yang memburuk, Monika memutuskan
untuk menginap semalam di kos Putri.
Pada keesokan harinya, Putri telah siap untuk
mengikuti kegiatan camping. Dengan mengenakan jaket biru milik Raja,
keceriannya telah pulih. Menyadari akan hal itu, Monika spontan tersenyum
menyaksikan gaya dan penampilan sahabatnya yang nampak lucu dengan jaket Raja
yang berukuran besar, terpaut sangat jauh berbeda dengan postur tubuh Putri
yang begitu mungil.
“Itu baru sahabatku..” celetuk Monika. Mereka
pun menyantap sarapan bersama-sama sebelum mereka meninggalkan kosan tersebut.
***
Ketika tiba di lokasi perkemahan yang terletak
berada di tengah hutan, Putri meminta izin kepada ketua rombongan untuk meneguk
air sungai yang terletak tak jauh dari lokasi perkemahan tersebut.
“Kita semua lupa sih membawa persediaan air,
tapi untunglah letak sungai tak terlalu jauh dari lokasi perkemahan kita ya..,”
ujar salah seorang anggota rombongan Putri.
Saat Putri baru saja hendak meneguk air sungai
tersebut, terdengar suara seorang lelaki tengah menyerunya. Ia pun sangat
terperanjat mendengar suara itu dan spontan ia menoleh ke arah sumber suara
tersebut.
“Raja!!!” ucapnya tak percaya melihat Raja yang
kini telah berdiri di hadapannya.
“Hei, kamu kok tahu namaku? Padahal hari itu aku
tak sempat memperkenalkan namaku kepadamu?! Oh atau kamu tahu dari KTP yang ada
di dompetku yang ada di saku jaketku kan? Aku nggak sempat mengambil jaket itu soalnya
esok harinya aku harus menjalankan tugasku sebagai pilot hingga pesawatku
mengalami kecelakaan, namun untung aku dapat selamat dan terdampar di hutan
ini. Aku yakin, seluruh keluargaku pasti telah mengira bahwa aku telah tewas.
Aku ingin pulang, tapi saat itu aku tak tahu arah untuk keluar dari hutan ini.
Tapi.. syukurlah kamu udah hadir membantuku, kamu mau kan membantuku?” jelasnya
panjang lebar.
“Tentu Raja, aku seorang Putri Dinda Dewi akan
selalu ada untukmu,” jawabnya dengan deraian air mata. Mendengar nama itu, Raja
seketika terkesima dan sejenak tertegun memandang wajah Putri dalam-dalam.
Setelah membuktikan bahwa ia adalah Putri yang Raja maksud dengan memberikan sebuah
foto masa kecil mereka, Raja pun yakin dan sadar bahwa gadis yang kini tengah
berdiri di hadapannya adalah gadis yang selama ini ia cari dan ia rindukan. Seketika
mereka pun berpelukan disertai deraian air mata bahagia, tak kuasa membendung
segala perasaan keduanya yang telah lama terpendam.
Created by:
Risya Rizky Nurul Qur’ani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar